Dunia Yang Kejam Atau Kita Yang Mulai Kejam?
Baru-baru ini pemberitaan di media sangat mencengangkan, banyak kejadian yang diluar nalar kita sebagai manusia. Timbul satu pertanyaan dibenak saya, apakah perbuatan jahat itu sangat membanggakan bagi pelakunya? Ataukah memang berbuat baik sangat sulit untuk dilakukan? Setidaknya jika sulit untuk berbuat baik semestinya tidak menyusahkan orang lain itu sudah cukup bukan sebaliknya mencelakakan pihak lain. Atau mungkin ada benih karma masa lalu sehingga orang rela dan tega berbuat keji? Sebaiknya kita meluruskan pandangan tentang apa itu karma supaya tidak timbul kesalahpahaman dan menyalahkan sesuatu yang diluar diri kita.
Apa yang disebut sebagai Dunia? Menurut KBBI Dunia adalah bumi dengan segala sesuatu yang berada di atasnya ; planet tempat kita hidup. Jadi segala sesuatunya yang berhubungan dengan hidup kita, lalu siapa yang menggerakan dunia sehingga dunia bergerak berubah berganti zaman? Apakah waktu? Siapa yang menciptakan waktu? Apakah Tuhan? Siapa yang menciptakan Tuhan? Pertanyaan demi pertanyaan terus muncul.
Semua berawal dari dalam diri kita sendiri, bermula dari ucapan, pikiran dan perbuatan sebagai penentu akhirnya. Ada sebagian orang atau mungkin hampir semua orang mempercayai Tuhan sebagai penentu segala-galanya termasuk jodoh dan maut. Apa hendak dikata jika memang kepercayaan seperti itu membuat seseorang menjadi lebih baik itu akan sangat baik. Saya sendiri juga percaya adanya Tuhan yaitu yang berasal dari dalam hati sanubari. Tetapi saya tidak setuju jika ada sebagian orang yang bilang pilih kasih dengan nasib umatnya atau diuji bertubi-tubi untuk lulus dalam kehidupannya. Well, bicara tentang Tuhan tidak akan ada habisnya dan takutnya akan menimbulkan persepsi yang berbeda lalu menimbulkan pemikiran-pemikiran yang akan mengatasnamakan kemurkaan Tuhan.
Jadi yang akan saya bahas adalah tentang Dunia yang kejam atau kita yang mulai kejam? coba kita renungkan! Mungkin akan sangat cepat kita mengatakan kalau dunia lah yang kejam, karena jurang perbedaan sosial makin curam. Yang kaya ada yang makin kaya ada yang menuju miskin, yang miskin ada yang makin miskin ada yang menuju kaya. Dan karena kita terbiasa menyalahkan pihak lain atas apa yang terjadi pada diri kita. Tentu saja kita tidak akan terima dibilang kejam, karena kejam itu super tega, masa kita orang baik-baik dibilang kejam. Nah lo! Coba kita melihat ke dalam diri, benar-benar merenungi cukup untuk diri sendiri aja deh.
Saya ingin menjadi lebih baik. Misalnya contohnya saya ingin mempunyai pasangan hidup yang mapan, ganteng, menyayangi saya, se-agama, saling pengertian dan membina rumah tangga yang bahagia. Semua orang juga mau. Lalu si saya ini mulai memperbaiki diri supaya kriteria yang saya targetkan itu menjadi kenyataan. Prosesnya tidak semudah membalikan telapak tangan, perjuangan yang tak kenal lelah dan tak kenal putus asa... Disini pun sudah terjadi kekejaman terhadap diri sendiri secara halus. Lalu timbul komentar dari lingkungan "standarnya ketinggian, tar susah dapet jodoh, turunin dong standarnya" dan lain sebagainya... Kadang disini akan timbul komentar dari dalam diri apa urusan lo! dan mulailah timbul rasa cuek nyaman dengan kehidupan sendiri acuh tak acuh dengan lingkungan, muncullah kekejaman terhadap lingkungan secara halus.
Reaksi apapun yang muncul secara tidak sadar adalah sebuah eksekusi tanpa ampun dan kitalah yang memulai. Jadi jika kita bereaksi secara berlebihan terhadap sesuatu yang muncul dari hasil interaksi kita terhadap lingkungan sekitar maka disitulah kita akan tahu seberapa bijak sikap kita menghadapinya. Akhir-akhir ini saya sering sekali mengalami masalah yang jika saya berlebihan terhadap masalah itu saya bisa kalap tetapi saya sadar orang tidak waras sebaiknya kita hindari. Mulailah mencintai diri sendiri dengan tidak menyiksa diri sendiri maka setelah itu kita akan tahu bagaimana mencintai orang lain dan belajar untuk mempunyai cinta kasih.
Semua berawal dari dalam diri kita sendiri, bermula dari ucapan, pikiran dan perbuatan sebagai penentu akhirnya. Ada sebagian orang atau mungkin hampir semua orang mempercayai Tuhan sebagai penentu segala-galanya termasuk jodoh dan maut. Apa hendak dikata jika memang kepercayaan seperti itu membuat seseorang menjadi lebih baik itu akan sangat baik. Saya sendiri juga percaya adanya Tuhan yaitu yang berasal dari dalam hati sanubari. Tetapi saya tidak setuju jika ada sebagian orang yang bilang pilih kasih dengan nasib umatnya atau diuji bertubi-tubi untuk lulus dalam kehidupannya. Well, bicara tentang Tuhan tidak akan ada habisnya dan takutnya akan menimbulkan persepsi yang berbeda lalu menimbulkan pemikiran-pemikiran yang akan mengatasnamakan kemurkaan Tuhan.
Jadi yang akan saya bahas adalah tentang Dunia yang kejam atau kita yang mulai kejam? coba kita renungkan! Mungkin akan sangat cepat kita mengatakan kalau dunia lah yang kejam, karena jurang perbedaan sosial makin curam. Yang kaya ada yang makin kaya ada yang menuju miskin, yang miskin ada yang makin miskin ada yang menuju kaya. Dan karena kita terbiasa menyalahkan pihak lain atas apa yang terjadi pada diri kita. Tentu saja kita tidak akan terima dibilang kejam, karena kejam itu super tega, masa kita orang baik-baik dibilang kejam. Nah lo! Coba kita melihat ke dalam diri, benar-benar merenungi cukup untuk diri sendiri aja deh.
Saya ingin menjadi lebih baik. Misalnya contohnya saya ingin mempunyai pasangan hidup yang mapan, ganteng, menyayangi saya, se-agama, saling pengertian dan membina rumah tangga yang bahagia. Semua orang juga mau. Lalu si saya ini mulai memperbaiki diri supaya kriteria yang saya targetkan itu menjadi kenyataan. Prosesnya tidak semudah membalikan telapak tangan, perjuangan yang tak kenal lelah dan tak kenal putus asa... Disini pun sudah terjadi kekejaman terhadap diri sendiri secara halus. Lalu timbul komentar dari lingkungan "standarnya ketinggian, tar susah dapet jodoh, turunin dong standarnya" dan lain sebagainya... Kadang disini akan timbul komentar dari dalam diri apa urusan lo! dan mulailah timbul rasa cuek nyaman dengan kehidupan sendiri acuh tak acuh dengan lingkungan, muncullah kekejaman terhadap lingkungan secara halus.
Reaksi apapun yang muncul secara tidak sadar adalah sebuah eksekusi tanpa ampun dan kitalah yang memulai. Jadi jika kita bereaksi secara berlebihan terhadap sesuatu yang muncul dari hasil interaksi kita terhadap lingkungan sekitar maka disitulah kita akan tahu seberapa bijak sikap kita menghadapinya. Akhir-akhir ini saya sering sekali mengalami masalah yang jika saya berlebihan terhadap masalah itu saya bisa kalap tetapi saya sadar orang tidak waras sebaiknya kita hindari. Mulailah mencintai diri sendiri dengan tidak menyiksa diri sendiri maka setelah itu kita akan tahu bagaimana mencintai orang lain dan belajar untuk mempunyai cinta kasih.
Komentar
Posting Komentar